Wednesday 22 July 2009

Elegi cinta

Dia terlihat lelah. Bulir-bulir keringat di dahi dan tangannya terlihat begitu jelas. Sorot matanya yang biasanya bercahaya kini tampak layu. Tidak berenergi. Meskipun begitu, dia tetap tampak begitu mempesona di mataku.

Hari itu dia bekerja seharian, katanya. Pergi pagi, pulang hampir dini hari. Rutinitas kerjanya membuatnya kehilangan kehidupan pribadi yang selama ini ada. Aku menjadi robot dari perusahaanku. Bukan aku tidak senang, aku menyukai pekerjaanku, hanya saja kadang aku membutuhkan kehidupan lain selain pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan, katanya dengan nada layu.

"Mengapa dirimu tidak mencari pacar saja" cetusku. "Mungkin dengan begitu, seenggaknya akan ada wanita yang akan mendengarkan keluh kesahmu setiap hari. Yang akan mengisi harimu di wiken yang selama ini terkesan hampa. "

Dia diam saja. Hanya terdengar gumaman, "Mungkin benar. Tapi apa ada wanita yang mau menjadi pasanganku. Yang rela mendengarkankan kata-kata pedasku? Tidak menerima perhatian yang mungkin setiap wanita inginkan. Aku tidak bisa memperlakukan wanita. Aku takut aku hanya akan menyakitinya saja."Dan dia pun menarik napas, panjang dan dalam.

Aku terdiam. Hatiku bergemuruh. Ingin rasanya kurengkuh dirinya, dan mengatakan aku akan selalu ada untuknya. Tapi aku tak mampu. Aku tak punya kekuatan untuk itu. Aku tau, aku hanyalah teman yang baik di matanya. Aku tak bisa dan tak boleh mengharap dari itu. Hatiku perih melihatnya bersedih dan terlihat begitu rapuh. Di mana pria teguh dengan mata berpijar yang selama ini aku kenal. Di mana pria yang selalu bersemangat itu?

Kami terdiam beberapa lama. Tenggorokanku seperti tercekat. Dia pun sepertinya tidak ada gairah untuk berbicara lagi. Tiba-tiba dia berdiri dan melangkah dengan gontai. "Mungkin memang begini jalannya." katanya tiba-tiba.

Kulihat punggungnya yang semakin menjauh dari tempat dudukku. Aku ingin berteriak, "Aku akan menjadi wanita yang menunggu dan akan mengisi waktu luangmu." Tapi kata kata itu hanya terucap lirih.

Mungkin benar apa katanya. Mungkin ini memang jalannya. Aku memang bukan untuknya. Aku memang selamanya hanyalah akan menjadi pengagum rahasia dirinya dan di dunia nyata menjelma menjadi teman tempat dia mencurahkan hatinya. Tapi aku menikmati lakonku. Aku bisa berada begitu dekat dengannya. Biarkan keadaannya terus begini. Biarkan aku menatapnya dari kejauhan. Cintaku cukup besar untuk terus mempertahankan posisiku dalam hidupnya sekarang. Ya cukup besar untuk terus selalu menjadi pengagum rahasianya. Entah sampai kapan..

4 comments: